Hakikat kabut ini tidak banyak dibicarakan dalam kosmologi Aristotelian,
dan Aristoteles sendiri menganggap kabut ini adalah fenomena atmosfer
belaka yang muncul dari daerah sublunar. Namun, ketika Galileo
mengembangkan teknologi teleskop dan mengarahkannya ke kabut “Jalan
Susu,” ia melihat ratusan bintang. Di daerah “berkabut” terdapat
konsentrasi bintang yang lebih padat daripada daerah yang tidak dilewati
oleh pita “Jalan Susu.” Rupanya kabut ini tak lain adalah kumpulan dari
cahaya bintang-bintang yang jauh dan kecerlangannya terlalu lemah untuk
bisa ditilik oleh mata manusia, sehingga agregat dari pendaran cahaya
mereka terlihat bagaikan semacam kabut atau awan.
Bagaimana menjelaskan Kabut “Jalan Susu” atau “Bima Sakti” dalam
konteks susunan jagad raya? Seorang pembuat jam yang mempelajari
astronomi secara mandiri, Thomas Wright dari Durham,
menjelaskan gejala ini sebagai akibat dari posisi kita dalam sebuah
kulit bola. Thomas Wright menuliskan ini pada tahun 1750 dalam bukunya An original theory or new hypothesis of the Universe,
dan membuat ilustrasi pada gambar di samping. Bintang-bintang tersebar
merata pada sebuah kulit bola. Andaikan Matahari kita terletak pada
titik A, maka bila kita melihat ke arah B dan C kita akan melihat lebih
sedikit bintang daripada bila kita melihat ke arah D dan E. Kabut “Jalan
Susu” yang merupakan daerah di langit dengan konsentrasi bintang yang
lebih tinggi inilah yang kita lihat sebagai arah D dan E.
Sebagai alternatif, Thomas Wright juga memodelkan bintang-bintang
yang terdistribusi menyerupai cincin pipih, dan ini juga dapat
menjelaskan keberadaan kabut “Jalan Susu.” Bila Matahari terletak di
permukaan cincin ini, kita akan melihat lebih banyak bintang bila
melihat ke arah permukaan cincin, namun tidak akan banyak bintang yang
dapat kita amati bila kita melihat ke arah yang tegak lurus permukaan
cincin.
Filsuf Jerman Immanuel Kant
kemudian membaca buku Thomas Wright dan kemudian memodifikasi ide
Wright dan mengatakan bahwa bintang-bintang terdistribusi membentuk
cakram pipih. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa cakram pipih ini
merupakan sebuah sistem gravitasi yang mandiri dan di luar sistem ini
juga terdapat sistem-sistem lain yang berbentuk serupa. Lebih lanjut
Kant berspekulasi bahwa objek-objek menyerupai awan—disebut juga nebula,
dari Bahasa Yunani yang berarti “awan”—yang beberapa di antaranya diamati oleh astronom Charles Messieradalah sistem bintang mandiri yang lokasinya jauh dari sistem bintang “Jalur Susu” tempat Matahari kita berada.
Baik ide Thomas Wright maupun Immanuel Kant merupakan spekulasi
belaka di hadapan kurangnya data mengenai distribusi bintang-bintang di
sekitar Matahari kita. Usaha serius untuk memetakan bintang-bintang di
sekitar Matahari kita dilakukan kemudian oleh seorang pemusik Jerman
yang menjadi pengungsi di Inggris: Friedrich Wilhelm Herschel yang
kemudian dikenal dengan nama Inggrisnya yaitu William Herschel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar